Sejarah Perahu Karet Arung Jeram
Pengarungan sungai telah sejak jaman dahulu dilakukan oleh manusia. Pengarungan ini dilakukan dengan menggunakan batang-batang kayu yang dirangkai menjadi rakit dan digunakan sebagai alat transportasi.Pada abad 19 seorang pramuka bernama John Mcgregor mengembangkan kendaraan air ini untuk rekreasi dan olah raga. Seiring dengan perkembangan jaman, maka material perahu juga berkembang beralih ke plastik, aluminium, fiberglass dan karet.
Di tahun 1950, sebagai kegiatan yang mulai banyak digemari, kualitas dari perahupun ditingkatkan. Maka mulailah diproduksi perahu khusus untuk arung jeram dengan bentuk khusus yang naik dibagian depan dan belakangnya dengan material yang lebih kuat dan dapat mengangkut orang dan perbekalan lebih banyak.
Sampai tahun 1983, para pengarung jeram tidak mempunyai pilihan lain selain menimba air keluar perahu setelah melewati jeram. Para pengarung jeram sering mengalami mimpi buruk bila harus kehilangan ember untuk menimba.Setelah beberapa cara dicoba, di tahun 1983 perahu dapat mengeluarkan air sendiri disebut Self Bailer berhasil diproduksi oleh Jim Cassady. Kunci sukses dari perahu ini adalah lantainya yang diberi angin. Lantai yang berisi udara ini akan selalu mengapung di atas permukaan air sehingga dengan sendirinya air akan keluar lewat lubang disekeliling lantai perahu.
Selain perahu jenis ini dikembangkan pula perahu jenis Kataraf. Perahu ini dikembangkan oleh para ahli geologi dari Rusia. Desain dari perahu ini sederhana dan diadopsi dari perahu Katamaran yang digunakan di laut. Perkembangan dari perahu jenis ini menjadi bermacam-macam hingga terdapat lebih dari 50 macam. Selain dengan menggunakan perahu diatas, masih banyak lagi sarana yang dapat digunakan untuk berarung jeram seperti kayak, canoe dan bahkan juga telah dicoba Boogie Board yaitu arung jeram dengan sejenis papan luncur.
Sejarah Perahu Arung Jeram di Indonesia
Sejarah Perahu Arung Jeram di Indonesia
Kegiatan pengarungan sungai berarus deras dengan menggunakan perahu karet adalah pada saat diselenggarakannya Lomba Arung Sungai Citarum I yang diadakan oleh kelompok pendaki gunung dan penempuh rimba Wanadri, Bandung, yang juga mendapat dukungan dari angkatan laut kita.
Momen tersebut boleh dikatakan sebagai titik tolak perkembangan arung jeram di Indonesia. para aktivis kegiatan ini sebagian besar adalah club-club pencinta alam seperti Wanadri dan Mapala UI yang kemudian mengadakan serangkaian kegiatan ekspedisi. Tanpa disadari, walaupun tidak terlalu pesat, arung jeram telah mulai berkembang di Indonesia. Sebagian besar penggiatnya menggunakan perahu karet dan beberapa club di Yogyakarta dan Bandung juga mengembangkan kegiatan kayak dan canoe.
Ekspedisi Internasional pertama dalam bidang arung jeram dilakukan oleh club Aranyacala Trisakti yang mengarungi sungai-sungai di negara bagian California, Oregon dan Idaho, USA pada tahun 1992. Ekspedisi ini dilanjutkan dengan tim wanitanya yang berangkat mengarungi Sungai Zambesi, Zimbabwe di tahun 1994.
Jika sebelumnya perahu yang digunakan sebagian besar bukan untuk berarung jeram, melainkan perahu bekas angkatan laut, perahu karet khusus arung jeram mulai banyak digunakan di Indonesia bersamaan dengan masuknya arung jeram komersiil di tahun 90-an. Arung jeram komersiil ini mulai dipelopori oleh beberapa staff dari organisasi arung jeram internasional, Sobex Expedition yang telah membuka Sungai Alas di Aceh Tenggara, secara pribadi mereka memulai arung jeram komersiil di Sungai Ayung, Bali.
Melihat perkembangan yang sangat pesat dari kegiatan arung jeram pada era 90-an, beberapa pegiatnya mulai membutuhkan wadah komunikasi bagi para pegiat kegiatan ini di Indonesia. pada tanggal 29 Maret 1996, berdiri Federasi Arung Jeram Indonesia, yang dibidani oleh 30 club arung jeram baik komersiil maupun amatir.